Banyak yang mengira gelar Andi dari Bangsawan Bugis adalah pemberian Belanda. Padahal berita itu tidak melalui kajian Lontara murni dari Kerajaan yang ada di Sulawesi. Sejarah dan Budaya adalah dua hal yang terbentuk melalui proses yang panjang
Perlu diketahui bahwa untuk mengkaji Budaya kita perlu terjun langsung bertanya kepada pemuka adat, membaca manuskrip yang tersisa dan menyesuaikannya dengan data yang ada bukan mengandalkan satu jenis berita di internet lalu diyakini begitu saja. Kita adalah orang berpendidikan yang akan mendidik anak-anak di keluarga dan menjadi pelita dalam keluarga jadi perlu berhati-hati dalam menyerap informasi di internet serta perlu adanya rasa semangat untuk terus penasaran mengumpulkan sumber demi sebuah kebenaran
Gelar Andi adalah gelar Bangsawan yang wajib diturunkan apabila Ayah dari anak itu berstatus Andi dan tidak boleh melalui keturunan Ibu. Sama halnya penggunaan Binti, harus dari Ayah bukan Ibu. Orang Bugis biasa menyebutnya dengan istilah "Ambo' Mappebati". Sampai sekarang, Andi tetap menjadi penanda strata sosial di tanah Bugis. Salah satu bukti kebohongan yang tersebar di internet tentang gelar Andi mengklaim bahwa pada tahun 1930 gelar Andi di Sulawesi Selatan adalah pemberian Belanda
Raja Bone ke-32 yaitu Mappanyukki awalnya memakai gelar "La" namun Belanda menggunakan gelar Andi untuk para pemimpin Swapraja untuk membedakan antara Bangsawan terpelajar dan Bangsawan biasa melalui sekolah elit Belanda bernama OSVIA di tahun 1900
Ini adalah kebohongan besar dan ironisnya yang menulis data ini di internet adalah media-media ternama yang ada di Indonesia tanpa melakukan pengkajian lebih mendalam. Pertanyaannya adalah kenapa jurnalis di media besar seperti itu dengan entengnya membuat berita Budaya tanpa melakukan riset terlebih dahulu ? Padahal tindakan itu bisa menjadi bias saat para peneliti mencari referensi untuk tugasnya
Mari kita buktikan bahwa gelar Andi bukan pemberian Belanda dengan bantahan data dan manuskrip serta Lontara yang telah dikumpulkan oleh tim Nigella melalui berbagai sumber dan bukti-bukti kuat dari manuskrip, file dan kajian Lontara dari Budayawan Sulawesi Selatan
Fakta pertama, data di internet menyebut gelar Andi pertama kali hadir tahun 1930 padahal Datu Luwu XV pada tahun 1587 bernama Andi Pattiwere sudah menyandang gelar Andi jauh sebelum Belanda masuk di Sulawesi Selatan. Anehnya entah alasan apa banyak artikel tahun 2015 di internet yang mengklaim gelar Andi sudah dimulai sejak tahun 1930
Di sini letak kekeliruan data yang tersebar di internet soal gelar Andi dan parahnya data bahwa gelar Andi pemberian Belanda tahun 1930 sudah ditelan mentah-mentah oleh sebagian masyarakat bahkan ada juga konten kreator yang ikut membenarkan tanpa melakukan riset terlebih dahulu
Bagaimana bisa Andi dikenalkan Belanda tahun 1930 faktanya Belanda baru membentuk pemerintahan di Sulawesi bernama "Celebes Belanda" di tahun 1906 (Jurnal Universitas Hasanuddin 2017)

Fakta kedua, gambar di atas adalah foto buku kuno dari Belanda bernama "Jaarboekje Celebes" diterbitkan tahun 1865. Di buku itu jelas terlihat bukti tidak terbantahkan karena tertulis nama seorang pemimpin Bugis bernama Andi Tari. Lanjutan file buku tersebut masih mencatat nama Bangsawan Bugis lainnya yang bergelar Andi diantaranya Andi Tjalo Arung Maiwa, Andi Matanang Arung Rappeng, Andi Tari Karaeng Laija dan Andi Koro Arung Padali


Fakta ketiga, artikel yang tersebar bahwa gelar Andi lahir dari sekolah Belanda bernama OSVIA (Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren) di tahun 1900. Kebohongan ini terungkap ketika tim Nigella menemukan file surat kabar Belanda di Kajang, Bulukumba. Dalam file surat kabar itu tertulis tahun terbitnya yaitu 28 Februari 1900. Tahun yang sama saat pertama kali OSVIA dibentuk. Fakta mengejutkannya adalah dalam file surat kabar itu tertulis nama Bangsawan asli Sulawesi Selatan yaitu Andi Mulya Daeng Radja Karaeng Bira
Kebohongan terungkap karena sekolah OSVIA memakan waktu 5 tahun untuk lulus dari lembaga itu sedangkan di surat kabar sudah ada putera Sulawesi Selatan yang bergelar Andi. Artikel itu mengatakan gelar Andi baru diberikan oleh Belanda setelah lulus OSVIA seharusnya di surat kabar itu belum ada pribumi yang memakai gelar Andi tapi faktanya di tahun pertama terbentuknya 1900 sudah ada pribumi yang memakai gelar Bangsawan tersebut (Andi Mulya Daeng Rdja Karaeng Bira)


Fakta keempat, Jika gelar Andi adalah pemberian Belanda di tahun 1900-1930 untuk menciptakan elit pribumi yang terampil di Sulawesi Selatan, kenapa pegiat literasi Belanda bernama Matthes dalam kamus ciptaannya terbitan tahun 1874 (kamus Bugis-Belanda) menuliskan beberapa nama pribumi yang bergelar Andi. Dalam kamus itu, tepat di halaman 52, tertulis nama Andi Matanang dan Andi Tjalo. Salinan file kamus yang penciptanya sendiri adalah orang Belanda merupakan bukti kuat yang tidak bisa dibantah lagi mengingat OSVIA berdiri tahun 1900 sedangkan kamus itu sudah terbit tahun 1874. Berikut ini adalah salinan filenya :


Fakta kelima, Bukan hanya di Bugis bahkan gelar Andi sudah jauh dipakai di Kerajaan Gowa-Tallo. Buktinya dalam Lontara Bilang Kerajaan Gowa-Tallo tahun 1713 atau 1124 Zulhijjah tertulis "Nammamanaq bainena Karaeng Katangka Puatta La Padangsajati buraqne nikana i Andi Muhammad Yusupu"

Dari kelima bukti kuat di atas bisa kita simpulkan bahwa jauh sebelum Belanda mendirikan sekolah OSVIA di Sulawesi Selatan, gelar Bangsawan Andi sudah tercantum dalam kitab Lontara dan manuskrip penting Kerajaan. Dari bukti di atas kita bisa simpulkan dan buktikan bahwa Andi murni gelar Bangsawan dari tanah Sulawesi dan bukan pemberian Belanda
Dari rangkuman artikel penting ini kita bisa belajar pola penjajah Eropa kepada tanah yang mereka jajah. Pola yang dimaksud adalah para penjajah tidak hanya mengambil rempah-rempah atau harta tapi juga mereka aktif melenyapkan sejarah dari tanah yang dijajah seperti pelenyapan data penting susunan sosial Kerajaan, catatan penting Kerajaan, ilmu, buku dan benda-benda berharga lainnya. Hal itu penjajah lakukan kemungkinan untuk melenyapkan daya juang warga pribumi atau bisa juga menulis ulang sejarah di tanah jajahan sesuai dengan versi mereka
Berikut contoh pola penjajahan yang melenyapkan data penting dari tanah yang dijajah. Bangsa Romawi tahun 48 sebelum Masehi melenyapkan semua buku dan cacatatan penting di Mesir. Bangsa Romawi membakar perpustakaan Alexandria yang merupakan pusat ilmu pengetahuan di dunia barat di zaman itu. Tahun 1258 Masehi, Bangsa Mongol membakar perpustakaan Bait Al Hikmah di Iran. Peristiwa ini terjadi saat Bangsa Mongol mengepung kota Baghdad dimulai sejak 7 Januari hingga 13 Februari 1258 M
Dari kasus di atas kita bisa belajar bahwa untuk menentukan kualitas sebuah informasi perlu kajian dan pengumpulan bukti dari berbagai sumber yang terpercaya. Kita tidak boleh menentukan fakta atau bohong sebuah informasi hanya dengan mengandalkan google atau mengandalkan satu sumber artikel saja. Bahkan informasi yang diberitakan di televisi selama bertahun tahun pun belum terjamin kebenarannya. Contohnya selama 20 tahun lebih Amerika bersama media begitu gencar memberitakan ke dunia bahwa Iran memiliki senjata pemusnah massal namun sampai tahun ini ternyata tuduhan itu adalah kebohongan dan senjata itu tidak pernah ada ditemukan di Iran. Mari tetap mengasah dan mempertajam rasa ingin tahu, minat baca, kepeulian dan naluri berpikir kritis ditengah serangan hoax di era digital ini. Salam Budaya
